Ajak Keluarga Berperan Aktif, TikTok Luncurkan Fitur Family Pairing
loading...
A
A
A
JAKARTA - Melanjutkan komitmen dalam membangun keamanan pengguna, TikTok belum lama ini
meluncurkan fitur Family Pairing atau Pelibatan Keluarga. Fitur ini didukung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan UNICEF Indonesia.
Laporan UNICEF pada 2018 yang berjudul "Use of Social Media by Children and Adolescents in East Asia" menyebutkan bahwa 98,3% remaja berusia 16-24 tahun di Indonesia sudah memiliki ponsel. Sementara 90,7% telah menggunakan media sosial.
“Semakin banyak keluarga menggunakan platform internet, seperti TikTok, untuk mencari hiburan, informasi, dan berhubungan satu sama lain. Hal ini sudah terjadi sebelum COVID-19. Tapi belakangan ini jumlahnya, terutama dengan adanya kebijakan social distancing, membuat keluarga menjadi lebih sering bersama. Bahkan saat keluarga mengekspresikan kreativitas mereka dan berbagi momen di TikTok, di saat yang sama, mereka juga sering kali belajar cara menavigasi lanskap digital bersama-sama, sekaligus fokus dalam memastikan pengalaman yang aman," kata Donny Eryastha, Head of Public Policy of TikTok Indonesia, Malaysia, and the Philippines melalui keterangan tertulis yang SINDOnews terima.
Dengan mempertimbangkan kebutuhan keluarga ini, TikTok mengambil sejumlah langkah untuk mengembangkan dan meningkatkan tim, kebijakan, kontrol, serta sumber edukasinya.
"Hari ini kami memperkuat komitmen dengan memperkenalkan fitur Family Pairing, dan menerapkan batasan baru untuk fitur Pesan Langsung,” kata Donny lagi.
Dikutip dari siaran pers TikTok, dinyatakan bahwa banyak pengguna memulai perjalanan kreasinya di usia 14 tahun, dan mereka diperkenalkan terhadap luasnya pilihan aplikasi yang bisa diunduh. Sehingga penting bagi anak remaja dan keluarga mereka untuk belajar tentang literasi digital serta perilaku online yang cerdas.
TikTok menawarkan sejumlah hal untuk mendukung keamanan pengguna, termasuk video edukasi soal keamanan, selagi mendorong orangtua untuk berdialog dengan anak remajanya tentang peraturan yang tercantum di Panduan Komunitas di TikTok agar mereka mengerti bagaimana perilaku komunitas yang bertanggung jawab, cara mengidentifikasi, dan melaporkan konten yang mungkin melanggar panduan, serta bagaimana caranya menjadi anggota dari komunitas digital yang positif.
Fitur Family Pairing terbaru ini mendapat dukungan dari Kemen PPPA dan UNICEF Indonesia, sebagai pengakuan atas usaha TikTok dalam memberdayakan orangtua untuk memfasilitasi perilaku online yang cerdas bagi anak remaja.
“Meningkatkan literasi digital bagi orangtua untuk bisa mendampingi anak remajanya di ranah siber merupakan salah satu program utama pemerintah. Untuk mewujudkan misi digital parenting ini, tentu saja dibutuhkan sinergi dari kolaborasi pemegang kepentingan, termasuk dari perusahaan teknologi seperti TikTok,” kata Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa di tahun 2019 terdapat 653 kasus kejahatan siber yang melibatkan anak dan remaja. Laporan serupa dikeluarkan oleh UNICEF, di mana risiko penggunaan internet oleh remaja tanpa pengawasan termasuk juga pornografi, pelecehan seksual, radikalisme, dan perundungan siber.
meluncurkan fitur Family Pairing atau Pelibatan Keluarga. Fitur ini didukung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan UNICEF Indonesia.
Laporan UNICEF pada 2018 yang berjudul "Use of Social Media by Children and Adolescents in East Asia" menyebutkan bahwa 98,3% remaja berusia 16-24 tahun di Indonesia sudah memiliki ponsel. Sementara 90,7% telah menggunakan media sosial.
“Semakin banyak keluarga menggunakan platform internet, seperti TikTok, untuk mencari hiburan, informasi, dan berhubungan satu sama lain. Hal ini sudah terjadi sebelum COVID-19. Tapi belakangan ini jumlahnya, terutama dengan adanya kebijakan social distancing, membuat keluarga menjadi lebih sering bersama. Bahkan saat keluarga mengekspresikan kreativitas mereka dan berbagi momen di TikTok, di saat yang sama, mereka juga sering kali belajar cara menavigasi lanskap digital bersama-sama, sekaligus fokus dalam memastikan pengalaman yang aman," kata Donny Eryastha, Head of Public Policy of TikTok Indonesia, Malaysia, and the Philippines melalui keterangan tertulis yang SINDOnews terima.
Dengan mempertimbangkan kebutuhan keluarga ini, TikTok mengambil sejumlah langkah untuk mengembangkan dan meningkatkan tim, kebijakan, kontrol, serta sumber edukasinya.
"Hari ini kami memperkuat komitmen dengan memperkenalkan fitur Family Pairing, dan menerapkan batasan baru untuk fitur Pesan Langsung,” kata Donny lagi.
Dikutip dari siaran pers TikTok, dinyatakan bahwa banyak pengguna memulai perjalanan kreasinya di usia 14 tahun, dan mereka diperkenalkan terhadap luasnya pilihan aplikasi yang bisa diunduh. Sehingga penting bagi anak remaja dan keluarga mereka untuk belajar tentang literasi digital serta perilaku online yang cerdas.
TikTok menawarkan sejumlah hal untuk mendukung keamanan pengguna, termasuk video edukasi soal keamanan, selagi mendorong orangtua untuk berdialog dengan anak remajanya tentang peraturan yang tercantum di Panduan Komunitas di TikTok agar mereka mengerti bagaimana perilaku komunitas yang bertanggung jawab, cara mengidentifikasi, dan melaporkan konten yang mungkin melanggar panduan, serta bagaimana caranya menjadi anggota dari komunitas digital yang positif.
Fitur Family Pairing terbaru ini mendapat dukungan dari Kemen PPPA dan UNICEF Indonesia, sebagai pengakuan atas usaha TikTok dalam memberdayakan orangtua untuk memfasilitasi perilaku online yang cerdas bagi anak remaja.
“Meningkatkan literasi digital bagi orangtua untuk bisa mendampingi anak remajanya di ranah siber merupakan salah satu program utama pemerintah. Untuk mewujudkan misi digital parenting ini, tentu saja dibutuhkan sinergi dari kolaborasi pemegang kepentingan, termasuk dari perusahaan teknologi seperti TikTok,” kata Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa di tahun 2019 terdapat 653 kasus kejahatan siber yang melibatkan anak dan remaja. Laporan serupa dikeluarkan oleh UNICEF, di mana risiko penggunaan internet oleh remaja tanpa pengawasan termasuk juga pornografi, pelecehan seksual, radikalisme, dan perundungan siber.